BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Perkembangan bisnis dan investasi
kelapa sawit dalam beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang sangat
pesat. Permintaan atas minyak nabati dan penyediaan biofuel telah mendorong
peningkatan permintaan minyak nabati yang bersumber dari crude palm oil
(CPO) yang berasal dari kelapa sawit. Hal ini disebabkan tanaman kelapa sawit
memiliki potensi menghasilkan minyak sekitar 7 ton/hektar lebih tinggi
dibandingkan dengan kedelai yang hanya 3 ton/hektar. Indonesia memiliki potensi
yang sangat besar dalam pengembangan perkebunan dan industri kelapa sawit
karena memiliki potensi cadangan lahan yang cukup luas, ketersediaan tenaga kerja,
dan kesesuaian agroklimat.
Limbah
adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen pencemaran yang terdiri
dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat. Limbah
industri dapat digolongkan kedalam tiga golongan yaitu limbah cair, limbah
padat, dan limbah gas yang dapat mencemari lingkungan. Jumlah limbah cair yang
dihasilkan oleh PMKS berkisar antara 600-700 liter/ton tandan buah segar (TBS).
Limbah ini merupakan sumber pencemaran yang potensial bagi manusia dan
lingkungan, sehingga pabrik dituntut untuk mengolah limbah melalui pendekatan
teknologi pengolahan limbah (end of the pipe). Diantara
upaya tersebut adalah pemanfaatan limbah cair PMKS dengan proses digester
anaerob untuk memproduksi biogas.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasakan
latar belakang masalah diatas, maka ada beberapa pertanyaan terkait masalah pengelolaan limbah kelapa sawit,
yaitu :
1. Apa pengertian limbah kelapa sawit?
2. Apa saja manfaat dari limbah kelapa sawit?
3.Apa saja dampak limbah kelapa sawit?
4. Bagaimana cara pengolahan limbah kelapa sawit?
1.3
TUJUAN
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan adalah untuk :
1. Menjelaskan
pengertian tentang kelapa sawit
2. Menjelaskan
manfaat limbah kelapa sawit
3. Menjelaskan
dampak dari limbah kelapa sawit
4. Menjelaskan
cara pengolahan limbah kelapa sawit
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN
Definisi limbah
adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran terdiri
dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat. Limbah
industri kebanyakan menghasilkan limbah yang bersifat cair atau padat yang
masih kaya dengan zat organik yang mudah mengalami peruraian. Kebanyakan
industri yang ada membuang limbahnya ke perairan terbuka, sehingga dalam waktu
yang relatif singkat akan terjadi bau busuk sebagai akibat terjadinya
fermentasi limbah.
Kelapa sawit
adalah salah satu komoditi andalan Indonesia yang perkembangannya demikian
pesat. Selain produksi minyak kelapa sawit yang tinggi, produk samping atau
limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi. Secara umum limbah dari pabrik kelapa
sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair, padat dan gas. Limbah cair
pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi), proses
klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Pada umumnya, limbah cair industri
kelapa sawit mengandung bahan organik yang tinggi sehingga potensial mencemari
air tanah dan badan air. Sedangkan limbah padat pabrik kelapa sawit
dikelompokan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dan
yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat yang berasal dari
proses pengolahan berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), cangkang atau
tempurung, serabut atau serat, sludge atau lumpur, dan bungkil. TKKS dan lumpur
yang tidak tertangani menyebabkan bau busuk, tempat bersarangnya serangga lalat
dan potensial menghasilkan air lindi (leachate). Limbah padat yang berasal dari
pengolahan limbah cair berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan
air limbah.
Kelapa sawit (Elaeis)
adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak masak, minyak industri,
maupun bahan bakar (biodiesel). Indonesia merupakan negara penghasil minyak
kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia. Di Indonesia penyebarannya di daerah
Aceh, Pantai Timur, Sumatera, Jawa, dan Sulawesi.
Habitat aslinya adalah daerah
semak belukar. Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis. Tanaman ini
tumbuh sempurna di ketinggian 0 – 500 m dari permukaan laut dengan kelembaban
80% – 90%. Tingginya dapat mencapai 24 meter. Sawit membutuhkan iklim dengan
curah hujan stabil. 2000 – 2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang
air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan
mempengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit.
2.2
MANFAAT
LIMBAH KELAPA SAWIT
Kelapa sawit terbukti memberikan
peran yang nyata dalam pembangunan perekonomian, sosial dan lingkungan di
Indonesia. Peran tersebut terutama dalam hal: penyediaan lapangan kerja, sumber
pendapatan masyarakat, perolehan devisa bagi negara, mendukung industri dalam
negeri berbasis bahan dasar kelapa sawit, pemanfaatan lahan kritis, sumber
oksigen bagi kehidupan dan menyerap karbon dari udara.Luas areal ini akan
berkembang terus sejalan dengan kebijakan revitalisasi perkebunan, kelapa sawit
bukan monopoli perusahaan skala besar milik pemerintah dan swasta, tetapi
terbuka luas untuk diusahakan pekebun rakyat. CPO berasal dari pengolahan
Tandan Buah Segar (TBS). Setiap ton TBS yang diolah dapat menghasilkan 140 200
kg CPO dan limbah/produk samping, antara lain: limbah padat, limbah cair dan
gas. Limbah cair yang dihasilkan cukup banyak, yaitu berkisar antara 600 700
kg. Bilamana limbah/produk samping ini tidak diolah akan menimbulkan masalah
berupa; penumpukan limbah dan resiko cairan dan gas. Potensi Limbah Kelapa
Sawit Limbah Kelapa Sawit memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan memberi nilai
ekonomi dalam bidang pertanian dan industri, yaitu; pupuk, kompos, kertas,
arang, dan sebagainya. Limbah Kelapa Sawit terdiri dari tandan kosong, pelepah,
daun, serat buah, cangkang, limbah cair dan gas. Pada Tabel 1 disajikan Jenis,
Potensi dan Manfaat Limbah Kelapa Sawit. Limbah kelapa sawit menghasilkan unsur
hara makro yang diperlukan tanaman, seperti Nitrogen, Posfor, Kalium, Magnesium
dan Calsium. Minyak sawit dan produk minyak sawit lainnya dapat diolah lebih
lanjut menjadi minyak goreng, mentega, dan bahan baku untuk industri. Pada
industri makanan, minyak sawit digunakan untuk mentega, shortening, coklat, diitive,
minyak goring, es krim dan lain sebagainya. Pada industri obat-obatan dan
kosmetik digunakan untuk krim, shampo, lotion, pomade, vitamin, dan β-karoten.
Sedangkan pada industri kimia digunakan sebagai bahan kimia untuk pembuatan
detergen, sabun, dan minyak.
Berbagai penelitian telah dilakukan
menunjukkan bahwa limbah kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kebutuhan. Berikut akan dijelaskan manfaat limbah kelapa sawit.
1. TKKS untuk pupuk organik
Tandan kosong kelapa sawit daoat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi.
Ada beberapa alternatif pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan sebagai berikut :
a.Pupuk Kompos
Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh micro-organisme. Pada prinsipnya pengomposan TKSS untuk menurunkan nisbah C / N yang terkandung dalam tandan agar mendekati nisbah C / N tanah. Nisbah C / N yang mendekati nibah C / N tanah akan mudah diserap oleh tanaman.
b. Pupuk Kalium
Tandan kosong kelapa sawit sebagai limbah padat dapat dibakar dan akan menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut ternyata memiliki kandungan 30-40%, K2O, 7%P2O5, 9%CaO, dan 3%MgO. Selain itu juga mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200ppmFe, 1.00 ppm Mn, 400 ppmZn, dan 100 ppmCu. Sebagai gambaran umum bahwa pabrik yang mengolah kelapa sawit dengan kapasitas 1200 ton TBS/ hari akan menghasilkan abu tandan sebesar 10,8%/hari. Setara dengan 5,8 ton KCL; 2,2 ton kiersit; dan 0,7ton TSP. dengan penambahan polimer tertentu pada abu tandan dapat dibuat pupuk butiran berkadar K2O 30-38% dengan pH 8 – 9.
c. Bahan Serat
Tandan kosong kelapa sawit juga menghasilkan serat kuat yang dapat digunakan untuk berbagai hal, diantaranya serat berkaret sebagai bahan pengisi jok mobil dan matras, polipot (pot kecil, papan ukuran kecil dan bahan pengepak industri.
1. TKKS untuk pupuk organik
Tandan kosong kelapa sawit daoat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23% dari jumlah pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi.
Ada beberapa alternatif pemanfaatan TKKS yang dapat dilakukan sebagai berikut :
a.Pupuk Kompos
Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh micro-organisme. Pada prinsipnya pengomposan TKSS untuk menurunkan nisbah C / N yang terkandung dalam tandan agar mendekati nisbah C / N tanah. Nisbah C / N yang mendekati nibah C / N tanah akan mudah diserap oleh tanaman.
b. Pupuk Kalium
Tandan kosong kelapa sawit sebagai limbah padat dapat dibakar dan akan menghasilkan abu tandan. Abu tandan tersebut ternyata memiliki kandungan 30-40%, K2O, 7%P2O5, 9%CaO, dan 3%MgO. Selain itu juga mengandung unsur hara mikro yaitu 1.200ppmFe, 1.00 ppm Mn, 400 ppmZn, dan 100 ppmCu. Sebagai gambaran umum bahwa pabrik yang mengolah kelapa sawit dengan kapasitas 1200 ton TBS/ hari akan menghasilkan abu tandan sebesar 10,8%/hari. Setara dengan 5,8 ton KCL; 2,2 ton kiersit; dan 0,7ton TSP. dengan penambahan polimer tertentu pada abu tandan dapat dibuat pupuk butiran berkadar K2O 30-38% dengan pH 8 – 9.
c. Bahan Serat
Tandan kosong kelapa sawit juga menghasilkan serat kuat yang dapat digunakan untuk berbagai hal, diantaranya serat berkaret sebagai bahan pengisi jok mobil dan matras, polipot (pot kecil, papan ukuran kecil dan bahan pengepak industri.
2. Tempurung
buah sawit untuk arang aktif
Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak. Arang aktif juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai industri. Antara lain industri minyak, karet, gula, dan farmasi.
3. Batang dan tandan sawit untuk pulp kertas
Kebutuhan pulp kertas di Indonesia sampai saat ini masih dipenuhi dari impor. Padahal potensi untuk menghasilkan pulp di dalam negeri cukup besar. Salah satu alternatif itu adalah dengan memanfaatkan batang dan tandan kosong kelapa sawit untuk digunakan bahan pulp kertas dan papan serat.
Tempurung kelapa sawit merupakan salah satu limbah pengolahan minyak kelapa sawit yang cukup besar, yaitu mencapai 60% dari produksi minyak. Arang aktif juga dapat dimanfaatkan oleh berbagai industri. Antara lain industri minyak, karet, gula, dan farmasi.
3. Batang dan tandan sawit untuk pulp kertas
Kebutuhan pulp kertas di Indonesia sampai saat ini masih dipenuhi dari impor. Padahal potensi untuk menghasilkan pulp di dalam negeri cukup besar. Salah satu alternatif itu adalah dengan memanfaatkan batang dan tandan kosong kelapa sawit untuk digunakan bahan pulp kertas dan papan serat.
4. Batang kelapa sawit untuk
perabot dan papan artikel
Batang kelapa sawit yang sudah tua tidak produktif lagi, dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Batang kelapa sawit tersebut dapat dibuat sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture,atau sebagai papan partikel. Dari setiapbatang kelapa sawit dapat diperoleh kayu sebanyak 0.34 m3.
Batang kelapa sawit yang sudah tua tidak produktif lagi, dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai tinggi. Batang kelapa sawit tersebut dapat dibuat sebagai bahan perabot rumah tangga seperti mebel, furniture,atau sebagai papan partikel. Dari setiapbatang kelapa sawit dapat diperoleh kayu sebanyak 0.34 m3.
5. Batang dan pelepah sawit untuk
pakan ternak
Batang dan pelepah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada prinsipnya terdapat tiga cara pengolahan batang kelapa sawit untuk dijadikan pakan ternak, yaitu pertama pengolahan menjadi silase, kedua dengan perlakuan NaOH dan yang ketiga adalah pengolahan dengan menggunakan uap.
Batang dan pelepah dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada prinsipnya terdapat tiga cara pengolahan batang kelapa sawit untuk dijadikan pakan ternak, yaitu pertama pengolahan menjadi silase, kedua dengan perlakuan NaOH dan yang ketiga adalah pengolahan dengan menggunakan uap.
2.3 DAMPAK LIMBAH KELAPA
SAWIT
Peningkatan
produksi dan konsumsi dunia terhadap minyak sawit secara langsung dapat
meningkatkan dampak negatif terhadap lingkungan. Pada proses produksi minyak
sawit limbah berwujud padat, cair, dan gas dihasilkan dari berbagai stasiun
kerja dari pabrik. Setiap ton tandan buah segar (TBS) yang diolah men jadi
efluen sebanyak 600 liter. Limbah tersebut berdampak negatif terhadap
lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Dewasa ini mulai
diperkenalkan pengelolaan lingkungan yang bersifat pencegahan terhadap
sumber-sumber dihasilkan limbah, seperti eco-efficient, pollution
prevention, waste minimization, waste minimization atau source
reduction. United Nation Environment Programme (UNEP) menggunakan
istilah cleaner production atau produksi bersih sebagai upaya preventif
dan intregrasi yang dilaksanakan secara berkesinambunan terhadap proses dan
jasa untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi resiko terhadap manusia dan
lingkungan.
2.4 CARA
PENGOLAHAN LIMBAH KELAPA SAWIT
Produk utama
adalah minyak sawit, CPO dan CPKO, yang selanjutnya menjadi bahan baku industri
hilir pangan maupun non pangan. Di samping produk utama CPO dan CPKO serta
produk-produk turunannya secara lebih rinci dalam pohon industri kelapa sawit,
dapat dilihat potensi produk-produk sampingan seperti tandan kosong, pelepah
dan batang, serta limbah padat dan limbah cair.
Industri
minyak kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis, berkembang di
Negara Negara tropis seperti Indonesia, Malaysia dan Thailand. Perkembangan
industri minyak kelapa sawit saat ini sangat pesat, dimana terjadi peningkatan
jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat. Dengan
besarnya produksi yang mampu dihasilkan berdampak positif bagi perekenomian
Indonesia. Di masa akan datang, industri minyak kelapa sawit ini dapat diharapkan
menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun seperti dua sisi mata uang
yang tidak dapat dipisahkan, dampak positif dari perkembangan Seperti sektor
agroindustri umumnya dan perkebunan kelapa sawit khususnya, juga diikuti oleh
dampak negative terhadap lingkungan akibat dihasilkannya limbah cair, padat dan
gas dari kegiatan kebun dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Untuk itu tindakan
pencegahan dan penanggulangan dampak negatif dari kegiatan PerkebunanKelapa
Sawit dan PKS harus dilakukan dan sekaligus meningkatkan dampak positifnya.
1. Sekilas Tentang Kegiatan Pabrik
Pengolahan Kelapa Sawit
Tandan
buah Segar (TBS) yang telah dipanen di kebun diangkut ke lokasi Pabrik Minyak
Sawit dengan menggunakan truk. Sebelum dimasukan ke dalam Loading Ramp, Tandan Buah
Segar tersebut harus ditimbang terlebih dahulu pada jembatan penimbangan
(Weighing Brigae) . Perlu diketahui bahwa kualitas hasil minyak CPO yang
diperoleh sangat dipengaruhi oleh kondisis buah (TBS) yang diolah dalam pabrik.
Sedangkan proses pengolahan dalam pabrik hanya berfungsi menekan kehilangan
didalam pengolahannya, sehingga kualitas hasil tidak semata-mata tergantung
dari TBS yang masuk ke dalam Pabrik.
1. Perebusan
Tandan buah segar setelah ditimbang kemudian
dimasukkan ke dalam lori rebusan yang terbuat dari plat baja berlubang-lubang
(cage) dan langsung dimasukkan ke dalam sterilizer yaitu bejana perebusan yang
menggunakan uap air yang bertekanan antara 2.2 sampai 3.0 Kg/cm2.
Proses perebusan ini dimaksudkan untuk mematikan enzim-enzim yang dapat
menurunkan kuaiitas minyak. Disamping itu, juga dimaksudkan agar buah mudah
lepas dari tandannya dan memudahkan pemisahan cangkang dan inti dengan
keluarnya air dari biji. Proses ini biasanya berlangsung selama 90 menit dengan
menggunakan uap air yang berkekuatan antara 280 sampai 290 Kg/ton TBS. Dengan
proses ini dapat dihasilkan kondensat yang mengandung 0.5% minyak ikutan pada
temperatur tinggi. Kondensat ini kemudian dimasukkan ke dalam Fat Pit. Tandan
buah yang sudah direbus dimasukan ke dalam Threser dengan menggunakan Hoisting
Crane.
2. Perontokan Buah dari Tandan
Padatahapan ini, buah yang masih melekat pada
tandannya akan dipisahkan dengan menggunakan prinsip bantingan sehingga buah
tersebut terlepas kemudian ditampung dan dibawa oleh Fit Conveyor ke Digester.
Tujuannya untuk memisahkan brondolan (fruilet) dari tangkai tandan. Alat yang
digunakan disebut thresher dengan drum berputar (rotari drum thresher). Hasil
stripping tidak selalu 100%, artinya masih ada brondolan yang melekat pada
tangkai tandan, hal ini yang disebut dengan USB (Unstripped Bunch). Untuk
mengatasi hal ini, maka
dipakai sistem “Double Threshing”. Sisitem ini bekerja dengan cara janjang
kosong/EFB (Empty Fruit Bunch) dan USB yang keluar dari thresher pertama, tidak
langsung dibuang, tetapi masuk ke threser kedua yang selanjutnya EFB dibawa
ketempat pembakaran (incinerator) dan dimanfaatkan sebagai produk samping.
3. Pengolahan Minyak dari
Daging Buah
Brondolan buah (buah lepas) yang dibawa oleh Fruit
Conveyor dimasukkan ke dalam Digester atau peralatan pengaduk. Di dalam alat
ini dimaksudkan supaya buah terlepas dari biji. Dalam proses pengadukan
(Digester) ini digunakan uap air yang temperaturnya selalu dijaga agar stabil
antara 80° – 90°C. Setelah massa buah dari proses pengadukan selesai
kemudian dimasukkan ke dalam alat pengepresan (Scew Press) agar minyak keluar
dari biji dan fibre.Untuk proses pengepresan ini perlu tambahan panas sekitar
10% s/d 15% terhadap kapasitas pengepresan. Dari pengepresan tersebut akan
diperoleh minyak kasar dan ampas serta biji.Sebelum minyak kasar tersebut
ditampung pada Crude Oil Tank, harus dilakukan pemisahan kandungan pasirnya
pada Sand Trap yang kemudian dilakukan penyaringan (Vibrating Screen).
Sedangkan ampas dan biji yang masih mengandung minyak (oil sludge) dikirim ke
pemisahan ampas dan biji (Depericarper). Dalam proses penyaringan minyak kasar
tersebut perlu ditambahkan air panas untuk melancarkan penyaringan minyak
tersebut. Minyak kasar (Crude Oil) kemudian dipompakan ke dalam Decenter guna
memisahkan Solid dan Liquid. Pada fase cair yang berupa minyak, air dan masa
janis ringan ditampung pada Countnuous Settling Tank, minyak dialirkan ke oil
tank dan pada fase berat (sludge) yang terdiri dari air dan padatan terlarut
ditampung ke dalam Sludge Tank yang kemudian dialirkan ke Sludge Separator
untuk memisahkan minyaknya.
4. Proses Pemurnian Minyak
Minyak dari oil tank kemudian dialirkan ke dalam
Oil Purifer untuk memisahkan kotoran/solid yang mengandung kadar air.
Selanjutnya dialirkan ke Vacuum Drier untuk memisahkan air sampai pada batas
standard. Kemudian melalui Sarvo Balance, maka minyak sawit dipompakan ke
tangki timbun (Oil Storage Tank).
2. Jenis dan Potensi Limbah Kelapa
Sawit
Jenis limbah kelapa sawit pada generasi pertama adalah limbah
padat yang terdiri dari Tandan Kosong, pelepah, cangkang dan lain-lain.
Sedangkan limbah cair yang terjadi pada in housekeeping. Limbah padat dan limbah
cair pada generasi berikutnya, limbah yang terjadi pada generasi pertama
dapat dimanfaatkan dan terjadi limbah berikutnya. Terlihat potensi limbah yang
dapat dimanfaatkan sehingga mempunyai nilai ekonomi yang tidak sedikit. Salah
satunya adalah potensi limbah dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara yang
mampu menggantikan pupuk sintetis (Urea, TSP dan lain-lain).
Limbah padat Tandan Kosong (TKS) merupakan limbah
padat yang jumlahnya cukup besar yaitu sekitar 6 juta ton yang tercatat pada
tahun 2004, namun pemanfaatannya masih terbatas. Limbah
tersebut selama ini dibakar dan sebagian ditebarkan di lapangan sebagai mulsa.
Persentase Tankos terhadap TBS sekitar 20% dan setiap ton Tankos mengandung
unsure hara N, P, K, dan Mg berturut-turut setara dengan 3 Kg Urea; 0,6 Kg
CIRP; 12 Kg MOP; dan 2 Kg Kieserit. Dengan demikian dari satu unit PKS
kapasitas olah 30 ton TBS/jam atau 600 ton TBS/hari akan menghasilkan pupuk N,
P, K, dan Mg berturut-turut setara dengan 360 Kg Urea, 72 Kg CIRP; 1.440 Kg
MOP; dan 240 Kg Kiserit (Lubis dan Tobing, 1989). Sedangkan limbah padat
seperti cangkang dan serat sebesar 1,73 juta ton dan 3,74 juta ton.
3. Pengelolaan Limbah Cair
a. Karakteristik Limbah Cair
Industri Kelapa Sawit
Pada
proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO, selain menghasilkan minyak sawit
tetapi juga menghasilkan limbah cair, dimana air limbah tersebut berasal dari :
·
Hasil kondensasi uap air pada unit pelumatan ( digester)
dan unit pengempaan (pressure). Injeksi uap air pada unit pelumatan
bertujuan mempermudah pengupasan daging buah, sedangkan injeksi uap bertujuan
mempermudah pemerasan minyak. Hasil kondensasi uap air pada kedua unit tersebut
dikeluarkan dari unit pengempaan
·
Kondensat dari depericarper, yaitu untuk memisahkan sisa
minyak yang terikut bersama batok/cangkang
·
Hasil kondensasi uap air pada unit penampung biji/inti.
Injeksi uap kedalam unit penampung biji bertujuan memisahkan sisa minyak dan
mempermudah pemecahan batok maupun inti pada unit pemecah biji
·
Kondensasi uap air yang berada pada unit penampung atau
penyimpan inti
·
Penambahan air pada hydrocyclone yang bertujuan mempermudah
pemisahan serat dari cangkang.
·
Penambahan air panas dari saringan getar, yaitu untuk
memisahkan sisaminyak dari ampas.
Limbah
cair kelapa sawit mengandung konsentrasi bahan organik yang relatif tinggi dan
secara alamiah dapat mengalami penguraian oleh mikroorganisme menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Limbah cair kelapa sawit umumnya berwarna
kecoklatan, mengandung padatan terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan
residu minyak dengan kandungan BOD tinggi. Berdasarkan hasil analisa pada tabel
1 menunjukkan bahwa limbah cair industri kelapa sawit bila dibuang kepengairan
sangat berpotensi untuk mencemari lingkungan, sehingga harus diolah terlebih
dahulu sebelum di buang keperairan. Pada umumnya industri kelapa sawit yang
berskala besar telah mempunyai pengolahan limbah cair.
b. Proses Pengolahan Limbah Cair
Industri Kelapa Sawit
Teknik
pengolahan limbah cair industri kelapa sawit pada umumnya menggunakan metode
pengolahan limbah kombinasi. yaitu dengan sistem proses anaerobik dan aerobik.
Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik kemudian dialirkan ke bak
penampungan untuk dipisahkan antara minyak yang terikut dan limbah cair.
Setelah itu maka limbah cair dialirkan ke bak anaerobik untuk dilakukan proses
anaerobik. Pengolahan limbah secara anaerobik merupakan proses degradasi
senyawa organik seperti karbohidrat, protein dan lemak yang terdapat dalam
limbah cair oleh bakteri anaerobik tanpa kehadiran Oksigen menjadi biogas yang
terdiri dari CH4 (50-70%), serta N2, H2, H2S dalam jumlah kecil. Waktu tinggal
limbah cair pada bioreactor anaerobik adalah selama 30 hari.Berdasarkan hasil analisa
diatas menunjukkan bahwa proses anaerobik dapat menurunkan kadar BOD dan COD
limbah cair sebanyak 70 %. Setelah pengolahan limbah cair secara anaerobik
dilakukan pengolahan limbah cair dengan proses aerobic selama 15 hari. Pada
proses pengolahan secara aerobik menunjukkan penurunaan kadar BOD dan Kadar COD
adalah sebesar 15 %, yaituBerdasarkan hasil analisa diatas menunjukkan bahwa
air hasil olahan telah dapat dibuang ke perairan , tetapi tidak dapat digunakan
sebagai air proses dikarenakan air hasil olahan tersebut masih mempunyai warna
kecoklatan.
c. Kombinasi Proses pengolahan
anaerobik-aerobik- membran reverse osmosis
Pada
pengolahan limbah cair kelapa sawit, pengolahan akhir adalah proses secara
aerobik dan setelah air hasil olahan dapat dibuang ke perairan. Hal ini
bertujuan untuk memanfaatkan air hasil olahan tersebut untuk recycle dan air
minum, sehingga perlu dilakukan pengolahan lagi. Air hasil olahan dari proses
aerobik dialirkan ke membran reverse osmosis dengan tekanan 8 kg/cm2 dan laju alir
100 ml/menit. Air hasil olahan dari membran reverse osmosis kemudian
dianalisa.Berdasarkan dari hasil analisa diatas menunjukkan bahwa air hasil
olahan dari pengolahan kombinasi diatas effluentnya dapat digunakan sebagai air
minum dan dapat digunakan untuk recycle air proses.
d. Pemanfaatan limbah cair “CPO
parit” untuk pembuatan biodiesel
CPO
parit merupakan limbah cair hasil proses pengolahan kelapa sawit yang dapat
mencemari air dan tanah. Namun, dengan adanya proses pengolahan CPO parit
menjadi biodiesel maka CPO parit tersebut menjadi lebih bermanfaat. CPO parit
memiliki kandungan CPO yang relatif sedikit yaitu sekitar 2% dari jumlah CPO
keseluruhan yang dihasilkan. Adapun alur proses pengutipan CPO parit adalah sbb
:
·
Hasil bawah dari alat centrifuge yang berupa campuran
air, kotoran, dan minyak pada pengolahan CPO, mengalir ke parit-parit
pembuangan
·
Aliran ini berkumpul di suatu tempat yang disebut pad
feed I yang dilengkapi dengan mesin pengutip minyak
·
Minyak yang terkumpul oleh mesin dialirkan pada tangki
penampungan minyak untuk diproses kembali
·
Sisa minyak yang tidak terkumpul pada mesin pengutp minyak,
dialirkan menuju kolam pad feed II yang mengandung artikel kotoran yang
sangat banyak
·
Kemudian aliran slurry (air, lumpur yang terbawa, minyak)
ini dikumpulkan pada kolam penampungan minyak terakhir yang dilengkapi dengan
mesin rotor yang berputar untuk memerangkap minyak lalu dialirkan ke tangki
pengumpul minyak. Minyak inilah yang kemudian disebut dengan CPO
parit.Komposisi yang terdapat dalam minyak CPO parit terdiri dari trigliserida
– trigliserida (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati), asam lemak
bebas /FFA, monogliserida, dan digliserida, serta beberapa komponen –
komponen lain seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau
sulfur.Salah satu alternatif pengolahan CPO parit adalah dengan mengolahnya
menjadi biodiesel. Pembuatan biodiesel dengan bahan baku CPO parit sebagai
sumber energi terbarukan adalah suatu pemanfaatan yang relatif baru. Hal ini
dapat menjadi solusi akan krisis energi saat ini, mengingat penggunaan CPO
menjadi biodiesel sebagai alternatif energi terbaharukan cukup mengganggu
pasokan untuk keperluan industri lain yang berbasiskan CPO misalnya industri
minyak goreng, margarin, surfaktan, industri kertas, industri polimer dan
industri kosmetik.
Proses pembuatan biodiesel cpo parit:
Ada
beberapa proses pengolahan biodiesel berbasis CPO parit, di antaranya adalah
esterifikasi dan transesterifikasi yang termasuk dalam proses alkoholisis.
Proses esterifikasi dilakukan cukup dengan satu tahap untuk menghilangkan kadar
FFA berlebih di dalam CPO parit sedangkan proses transesterifikasi dilakukan
dengan dua tahap karena tahap pertama transesterifikasi masih menyisakan jumlah
trigliserida yang cukup banyak pada akhir reaksi transesterifikasi I.Sebelum
melakukan reaksi esterifikasi, CPO parit yang akan direaksikan terlebih dahulu
dimasukkan ke dalam sentrifuse untuk memisahkan kotoran padat (total solid) dan
air dari CPO parit sehingga tidak mengganggu reaksi esterifikasi
nantinya.Proses esterifikasi yaitu mereaksikan methanol (CH3OH) dengan CPO
parit dengan bantuan katalis asam yaitu asam sulfat (H2SO4). Dalam pencampuran
ini, asam lemak bebas akan bereaksi dengan methanol membentuk ester.
Pencampuran ini menggunakan perbandingan rasio molar antara FFA dan methanol
yaitu 1 : 20, dengan jumlah katalis asam sulfat yang digunakan adalah 0,2% dari
FFA (Warta PPKS, 2008). Kadar methanol yang digunakan adalah 98% (% b)
sedangkan kadar asam sulfat yaitu 97%. Reaksi berlangsung selama 1 jam pada
suhu 63 0C dengan konversi 98% (Warta PPKS, 2008). Kemudian sebelum diumpankan
ke reaktor transesterifikasi, hasil reaksi dipisahkan dalam sentrifuse selama
15 menit. Lapisan ester, trigliserida, dan FFA sisa diumpankan ke reaktor transesterifikasi
sedangkan air, methanol sisa, dan katalis diumpankan ke methanol recovery.Pada
proses transesterifikasi I dan II prinsip kerjanya sama yaitu mencampurkan
kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH3OH) dengan hasil reaksi pada
esterifikasi. Proses transesterifikasi ini melibatkan reaksi antara
trigliserida dengan methanol membentuk metil ester. Adapun perbandingan rasio
molar trigliserida dengan methanol adalah 1 : 6 dan jumlah katalis yang
digunakan adalah 1% dari trigliserida (Warta PPKS, 2008). Kadar KOH yang
digunakan untuk reaksi ini adalah 99% (% b) yang biasa dijual di pasar-pasar
bahan kimia. Semakin tinggi kemurnian dari bahan yang digunakan akan
meningkatkan hasil yang dicapai dengan kualitas yang tinggi pula. Hal ini
berhubungan erat dengan kadar air pada reaksi transesterifikasi. Adanya air
dalam reaksi akan mengganggu jalannya reaksi transesterifikasi. Lama reaksi
transesterifikasi adalah 1 jam, suhu 630C dengan yield 98% (Warta PPKS, 2008).
Hasil reaksi transesterifikasi I dimasukkan terlebih dahulu ke sentrifuse
sebelum diumpankan ke reaktor transesterifikasi II. Di sini terjadi lagi
pemisahan antara lapisan atas berupa metil ester, sisa FFA, sisa trigliserida,
dan sisa metanol dengan lapisan bawah yaitu gliserol, air, dan katalis asam
maupun basa.Kemudian proses dilanjutkan ke tahap pencucian biodiesel.
Temperatur air pencucian yang digunakan sekitar 60°C dan jumlah air yang
digunakan 30% dari metil ester yang akan dicuci. Tujuan pencucian itu sendiri
adalah agar senyawa yang tidak diperlukan (sisa gliserol, sisa metanol, dan
lain-lain) larut dalam air. Kemudian hasil pencucian dimasukkan ke dalam centrifuge
untuk memisahkan air dan metal ester berdasarkan berat jenisnya.Selanjutnya
adalah proses pengeringan metil ester dengan menggunakan evaporator yang
bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur di dalam metal ester.
Pengeringan dilakukan lebih kurang selama 15 menit dengan temperature 105°C.
Keluaran evaporator didinginkan untuk disimpan ke dalam tangki penyimpanan
biodiesel.
4. Pengelolaan limbah padat
a. Tandan
Kosong Sawit (TKS) sebagai Kompos dan Pupuk Organik
Sebelum melakukan pengkomposan Tankos (Tandan
Kosong), bahan baku ini dirajang terlebih dahulu dengan ukuran antara 3-5 cm
dengan memakai mesin rajang agar dekomposisi dapat dipercepat. Penguraian bahan
organik tergantung kepada kelembaban lingkungan. Kelernbaban optimum antara
50-60%, dan jika kadar air bahan >85%, perlu ditambahkan aktifator untuk
mengurangi kadar air, agar masa fermentasi lebih cepat. Selanjutnya dilakukan
pengaturan pH antara 6,8-7,5.Kompos merupakan limbah padat yang mengandung
bahan organik yang telah mengalami pelapukan, dan jika pelapukannya berlangsung
dengan baik disebut sebagai pupuk organik. Inokulum yang digunakan dapat
berasal dari bakteri yang diisolasi atau kotoran ternak sebanyak 15-20%, dan
dicampurkan dengan pupuk urea sebagai sumber nitrogen, lalu diaduk secara
merata dengan Tankos. Limbah padat ini kemudian dimasukkan ke dalam fermentor
yang disebut tromol dengan kapasitas 3 m3. Waktu fermentasi
berlangsung cukup lama yaitu antara 14-21 hari dengan menggunakan bakteri
mesofil dan termofil. Tromol diputar selama 5-7 jam perhari dengan kecepatan
2-3 rpm, dan suhu fermentasi antara 45-60oC. Pemutaran tromol
bertujuan untuk mempercepat homogenasi dan penguraian bahan organik majemuk
menjadi bahan organik sederhana. Setelah fermentasi, dan limbah mengalami
biodegradasi menjadi kompos, lalu dikeluar-kan dari dalam tromol, dan
selanjutnya ditimbun dengan ketinggian 1 meter, atau volume 1 m3.
Tinggi rendahnya timbunan ini berpengaruh terhadap suhu fermentasi selama
penimbunan. Fermentasi di tempat terbuka ini masih berlangsung antara 5-7 hari
pada suhu antara 60-70°C. Selanjutnya timbunan kompos ditebarkan
pada hamparan yang cukup luas untuk menurunkan suhunya, dan diayak dengan
ukuran tertentu dan dikering anginkan.
b. Pembuatan Papan
Partikel dari Sabut Kelapa Sawit
Sabut kelapa sawit merupakan salah satu limbah
terbesar yang dihasilkan dalam proses pengolahan minyak sawit. Kebanyakan limbah
berupa sabut ini biasanya hanya dijadikan bahan bakar, dibuang atau ditimbun di
dalam tanah saja. Sabut kelapa sawit ini bisa dijadikan sebagai bahan pembuatan
papan partikel yang berarti bisa mengatasi masalah pembuangan limbah sabut
kelapa sawit sekaligus memberikan nilai tambah secara ekonomi. MInyak yang
terdapat pada sabut kelapa sawit dapat mengganggu proses perekatan dalam
pembuatan papan partikel. Oleh karena situ kadar minyak harus dikurangi
seminimal mungkin. Pengurangan kadar minyak dapat dilakukan salah satunya
dengan memasak sabut kelapa sawit dalam larutan NaOH 10% selama 1 jam. Tahapan
Pembuatan Papan Partikel Sebagai berikut:
·
Serat dari sabut kelapa sawit yang akan
digunakan dalam pembuatan papan partikel baik yang belum mengalami proses pengurangan
kadar minyak ataupun yang sudah mengalami proses pengurangan kadar minyak,
dibilas dan dicuci sampai bersih dan dikeringanginkan hingga kadar air maksimal
10%.
·
Timbang sabut kelapa sawit sesuai kebutuhan.
·
Perekat diteteskan sedikit demi sedikit pada
sabut kelapa sawit dan diaduk secara merata. Masukan adonan ke dalam cetakan di
atas plat besi dan dipa-datkan secara merata.
·
Kemudian ditambahkan semen ke serat yang telah
dibasahi tersebut, kemudian diaduk dengan cepat sampai campuran kelihatan homogen
dan sempurna.
·
Campuran tersebut kemudian dimasukan ke dalam
cetakan yang telah diolesi dengan minyak pelumas, kemudian dikempa sampai
tercapai tebal papan 1,2 cm.
·
Papan dikempa selama 24 jam
·
Papan yang dihasilkan dibiarkan dalam ruangan
yang sirkulasi udaranya baik selama 28 hari.
c. Pembuatan Pulp dari
Sabut Kelapa Sawit
Kertas adalah salah satu kebutuhan pokok dalam
kehidupan modern. Peranannya sangat penting baik dalam memenuhi kebutuhan
pendidikan dan kebudayaan maupun untuk keperluan industri, rumahtangga serta
keperluan lain yang sesuai dengan kemajuan zaman. Pemanfaatan sabut kelapa
sawit merupakan alternatif bahan baku bagi pabrik-pabrik kertas untuk hasilkan
kertas HVS, doorslag, manila, karton, duplicator/cycto style dll. Tahapan
Pembuatan :
·
Sediakan sabut kelapa sawit kurang lebih 0,5 kg
yang bersih dari daunnya.
·
Potong sabut kelapa sawit dengan ukuran panjang
3 cm.
·
Ambil kurang lebih 5 gr sabut kelapa sawit yang
telah bersih kemudian dipotong halus dengan pisau.
·
Timbang berat sabut kelapa sawit yang telah
dihaluskan tadi dengan ketelitian 4 desimal.
·
Tentukan kadar air dengan metode Oven
(dipanaskan sekaligus selama 4 jam dan ditimbang beratnya).
·
Hitung kadar air bahan dan persentase Berat
Bahan Kering (BBK).
·
Ambil serabut kelapa yang tersedia dari sabut
kelapa sawit yang bersih (point 1).
·
Hitung kebutuhan NaOH yaitu 12% dari BBK.
·
Hitung kebutuhan air untuk pemasakan jika
perbandingan bahan (BBK) dengan air (ratio pemasakan) 1 : 10.
·
Hitung kebutuhan air yang ditambahkan yaitu
kebutuhan air sesungguhnya dikurangi dengan air dalam bahan.
·
Larutkan NaOH yang telah dipersiapkan ke dalam
air (point 10).
·
Masak sabut kelapa sawit (point 7) di dalam
larutan NaOH selama 3,5 jam dalam suasana mendidih.
·
Cuci pulp yang diperoleh sampai netral.
·
Saring
·
Peras air yang masih ada dalam pulp sekaligus
pulp yang didapat dijadikan 1 gumpalan.
·
Timbang gumpalan pulp tersebut (ketelitian dua
desimal).
·
Ambil 10 gr dari gumpalan pulp dan keringkan
dalam Oven 105oC (selama 4 jam/berat konstan). Hitung BBK yang
diperoleh dalam persentase
·
Dengan bantuan angka pada point di atas dapat
diketahui berat pulp yang diperoleh sesungguhnya pada point 16.
d. Pembuatan Arang Aktif
dari Cangkang Kelapa Sawit
·
Proses Karbonasi
Tujuan: untuk menghilangkan
senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam bentuk unsur-unsur non karbon,
hidrogen dan oksigen.
1. Cangkang kelapa sawit yang sudah
kering dimasukkan kedalam drum atau kaleng yang telah dibuang tutup bagian
atasnya dan diberi lubang sebanyak 4 buah dengan jarak yang sama pada tutup
bagian bawahnya.
2. Ukuran lubang harus cukup besar agar
memungkinkan udara masuk.
3. Drum ditempatkan pada 2 pipa di atas
tanah dan dibakar.
4. Selama api menyala ditambahkan
cangkang sawit sedikit demi sedikit sampai setingga permukaan drum atau kaleng.
5. Penambahan dilakukan dengan api yang
menyala kecil.
6. Setelah itu drum/kaleng ditutup
dengan pelepah pisang atau karung basah dan dilapisi dengan penutup dari logam
yang ditutupkan rapat.
7. Biarkan sampai menjadi dingin selama
semalam.
Proses karbonasi dipengaruhi oleh
pemanasan dan tekanan. Semakin cepat pemanasan semakin sukar diamati tahap
karbonasi dan rendemen arang yang dihasilkan lebih rendah sedangkan semakin
tinggi tekanan semakin besar rendemen arang.
·
Proses Aktifasi
Tujuan:
Untuk meningkatkan keaktifan dengan adsorbsi karbon dengan cara menghilangkan
senyawa karbon pada permukaan karbon yang tidak dapat dihilangkan pada proses
karbonasi. Proses aktifasi dapat dilakukan secara kimia menggunakan aktifator
HNO3 1% atau dapat juga dilakukan proses dehidrasi dengan garam
mineral seperti MgCL2 10% dan ZnCl2 10%.
1. Arang hasil pembakaran dihaluskan
dan diayak dengan ukuran 150µm.
2. Untuk aktifasi atau menghilangkan
ion logam yang terdapat pada arang cangkang sawit, material direndam dengan HNO3
1% atau MgCL2 10% dan ZnCl2 10% selama 3 jam.
3. Kemudian dicuci dengan aquades
hingga pH netral.
4. Dikeringkan pada temperatur kamar 1
minggu sebelum digunakan.
Manfaat arang aktif
diantaranya adalah : Bahan bakar alternative, Zat penghilang bau, Pengontrol
kelembaban yang efektif, Industri rumah tangga, Pemanasan di industri
peternakan
e. Asap
Cair Dari Cangkang Kelapa Sawit
Asap cair merupakan hasil
kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang
terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu seperti selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Proses pirolisa melibatkan berbagai proses reaksi
yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi.Pembuatan asap cair
dilakukan dengan destilasi. Bahan cangkang sawit sebelumnya dianalisa kadar
hemiselulosa, selulosa dan lignin kemudian kadar airnya dibuat menjadi 8%, 13%
dan 18% dengan pengering kabinet. Asap cair dibuat dengan memasukkan 1 kg
cangkang sawit ke dalam reaktor kemudian ditutup dan rangkaian kondensor
dipasang.Selanjutnya dapur pemanas dihidupkan dengan mengatur suhu dan waktu
yang dikehendaki. Pada penelitian ini suhu yang digunakan 350°C, 400°C dan 450
°C sedangkan waktu yang digunakan adalah 45 menit, 60 menit dan 75 menit yang
dihitung pada saat tercapai suhu yang dikehendaki. Asap yang keluar dari
reaktor akan mengalir ke kolom pendingin melalui pipa penyalur asap yang mana
pada pipa ini terdapat selang yang dihubungkan botol penampung untuk menampung
tar , kemudian ke dalam kolom pendingin ini dialirkan air dengan suhu kamar
menggunakan aerator sehingga asap akan terkondensasi dan mencair. Embunan
berupa asap cair yang masih bercampur dengan tar ditampung kedalam erlenmeyer,
selanjutnya disimpan di dalam botol, sedangkan asap yang tidak terembunkan akan
terbuang melalui selang penyalur asap sisa.Selanjutnya asap cair + tar yang
terdapat didalam botol dilakukan pengendapan untuk memisahkan tar dan asap
cair.
f. Batang
kelapa sawit untuk perabot dan papan artikel
Batang kelapa sawit yang sudah
tua tidak produktif lagi, dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai
tinggi. Batang kelapa sawit tersebut dapat dibuat sebagai bahan perabot rumah
tangga seperti mebel, furniture,atau sebagai papan partikel. Dari setiap batang
kelapa sawit dapat diperoleh kayu sebanyak 0.34 m3.
g. Potensi
Produksi Xylose dari tandan kosong
Rahman et.al (2006) meneliti
bahwa tandan buah kosong kelapa sawit dapat dijadikan sumber yang potensial
untuk produksi xylosa. Biomassa tandan kosong mengandung sellulosa,
hemisellulosa dan lignin. Diperkirakan 24% dari total biomassa tandan kosong
tersusun atas xylan, polimer gula yang tediri dari gula pentose yaitu xylose.
Xylosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan senyawa lain melalui
proses kimia dan bioteknologi,salah satunya adalah xylitol. Penggunaan xylitol
sangat luas, mulai dari industri pangan (sebagai pemanis alternative untuk
penderita diabetes), sebagai antikariogenik dalam formula pasta gigi,sebagai
lapisan pembungkus tablet vitamin,dan sebagainya.Pembuatan xylose dengan cara
hirolisis asam,yaitu merendam tandan kosong kelapa sawit dengan H2SO4
dengan konsentrasi,suhu dan waktu tertentu. Setelah reaksi
selesai,padatan yang dihasilkan dipisahkan dari liquid dengan cara filtrasi.
Disebutkan bahwa kondisi optimum yang menghasilkan yield xylose terbanyak
adalah pada suhu 119°C, waktu hidrolisis 60 menit,dengan konsentrasi asam
sulfat 2%
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Secara umum limbah dari pabrik kelapa
sawit terdiri atas tiga macam yaitu limbah cair, padat dan gas. Pada umumnya, limbah
cair industri kelapa sawit mengandung bahan organik yang tinggi sehingga
potensial mencemari air tanah dan badan air. Sedangkan limbah padat pabrik
kelapa sawit dikelompokan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses
pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat
yang berasal dari proses pengolahan berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS),
cangkang atau tempurung, serabut atau serat, sludge atau lumpur, dan bungkil.
TKKS dan lumpur yang tidak tertangani menyebabkan bau busuk, tempat
bersarangnya serangga lalat dan potensial menghasilkan air lindi (leachate).
Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair berupa lumpur aktif yang
terbawa oleh hasil pengolahan air limbah.
Dalam hal ini limbah kelapa sawit ini dapat menimbulkan berbagai dampak negatif
tetapi limbah
kelapa sawit memiliki potensi
untuk dimanfaatkan dan memberi nilai ekonomi dalam bidang pertanian dan
industri, yaitu; pupuk, kompos, kertas, arang, dan sebagainya. Untuk itu tindakan pencegahan dan penanggulangan dampak
negatif dari kegiatan Perkebunan Kelapa Sawit dan PKS harus dilakukan
dan sekaligus meningkatkan dampak positifnya dengan pengolahan berbagai berbagai
limbah kelapa sawit tersebut.
3.2 SARAN
Limbah
kelapa sawit harus dikelola dengan baik agar tidak menyebabkan pencemaran
lingkungan terutama untuk lingkungan sekitar pabrik itu sendiri. Jika di kelola
dengan baik maka akan menghasilkan berbagai manfaat bahkan selain bermanfaat
bagi lingkungan juga dapat meningkatkan perekonomian dengan cara mengolah
limbah kelapa sawit baik limbah padat, cair maupun gas.
Daftar Pustaka
Amaru, Kharistya. 2008. Limbah Industri Kelapa Sawit. www.geocities.com/kharistya_amaru/blog/limbah-sawit.html-85k-.
Djajadiningrat, Surna T. dan Harsono, H. 1990. Penilaian
Secara Tepat Sumber-sumber Pencemaran Air, Tanah, dan Udara. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press.
Naibaho, Ponten M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit, Medan :
Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Naibaho, Ponten M. 1999. Aplikasi Biologi dalam Pembangunan Industri
Berwawasan Lingkungan, Jurnal Visi
Soerjani, Muhamad, Yowono, Arief, dan Fardiaz, Dedi.
2007. Lingkungan : Pendidikan, Pengelolaan Lingkungan, dan Keberlanjutan
Pembangunan, Jakarta; Yayasan Institut Pendidikan dan Pelatihan Lingkungan
Jakarta.
Wibisono, G. 1995. Sistem Pengelolaan dan Pengolahan Limbah Domestik, Jurnal
Science 27.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar